Hari Ibu
Hari ini 73 tahun silam di Yogyakarta diselenggarakan sebuah kongres yang kemudian diperingati sebagai Hari Ibu. Sebuah titik awal yang berbeda dengan Mother's Day dalam khazanah budaya Barat. Meskipun keduanya memperingati keberadaan Ibu, ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Jika Mother's Day beranjak dari wanita dalam lingkup domestik, Hari Ibu versi Indonesia lebih bermakna adanya pengakuan kesejajaran antara perempuan dan laki-laki. Jika Mother's Day sejatinya mematok perempuan dalam batas domestik, Hari Ibu justru ingin membongkar pagar yang selama ini mengerangkeng kaum perempuan.
Berkaitan dengan hari ibu, saya hari ini mencoba merenungkan keberadaan perempuan. Dalam hidup saya ada dua perempuan istimewa. Satu ibu saya dan kedua istri saya. Ibu saya adalah sosok yang sangat lengkap bagi saya. Ketika ayah saya meninggal pada usia 39 tahun, Ibu tetap memilih menjanda hingga sekarang meskipun ketika itu usia beliau 37 tahun dan masih menarik. Barangkali, kala itu belum ada mode mengambil janda sebagai istri kedua dan seterusnya seperti yang dimotori Aa Gym, lalu diekori oleh anggota dewan terhormat, A.M. Fatwa dan Syamsul Muarif. Seperti yang kirimkan dalam posting sebelumnya, panutan, Ibu saya lebih memilih untuk membesarkan anak-anaknya.
Istri adalah orang istimewa bagi saya. Saya kenal dia di kampus sekitar 16 tahun silam. Meskipun sempat tertatih-tatih dalam perjalanan hubungan kami, hubungan kami makin menguat ketika memutuskan untuk menjadi suami istri. Dia menjadi kekuatan saya. Dia adalah istri yang lengkap bagi saya. Ya, ibu dari anak saya, tetapi juga kekasih saya. Teman atau sahabat saya, tetapi juga sekaligus pengeritik saya. Tanpa kehadirannya di sisi saya, mustahil saya bisa mencapai posisi seperti sekarang ini. Jadi, kedua perempuan ini begitu istimewa di mata saya. Untuk itu, di hari ibu kali ini--bahkan mungkin tahun depan dan tahun depannya lagi, saya akan menjadikan keduanya topik dalam peringatan hari ibu di blog ini.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home