SEPET: Sebuah Film Menarik dari Aspek Linguistik

Kalau tidak karena saya mengajarkan film Asia Tenggara di kampus saya, pasti masih akan lama tiba masanya bagi saya melihat film Malaysia kembali. Bagi saya, film Malaysia masih berkisar pada film-film legendaris Seniman Negara Tengku P. Ramlee era tahun 1960-1970-an. Namun, zaman ternyata kini telah banyak berubah. Sebagaimana masyarakat Malaysia, film Malaysia pun banyak mengalami perubahan.
Ada banyak film Malaysia yang mampu merenggut perhatian kita. Salah satunya adalah film berjudul Sepet (2004). Film besutan sutradara muda Malaysia, Yasmin Ahmad, ini memenangi penghargaan kategori film terbaik dalam Festival Film Malaysia 2005. Selain itu, film ini juga menggondol penghargaan film terbaik dalam The Crerteil International Festival of Women's Film di Perancis tahun 2005.
Film ini berkisah tentang seorang gadis Melayu, Orked (Sharifah Amani), yang saling jatuh hati dalam pandangan pertama dengan seorang pemuda keturunan Cina, Ah Loon (Ng Choo Seong). Betapa sulitnya perjuangan mereka untuk bersatu karena hambatan sosial yang ada di antara mereka. Bagi yang paham situasi Malaysia sebenarnya, segera bisa terlihat adanya unsur ketegangan etnis di Malaysia yang coba ditampilkan oleh film ini. Ketegangan bernuansa etnis itu memang tidak nampak di permukaan, namun berakar kuat di dalam masyarakat.
Kekuatan film ini, menurut saya, terletak kepada kepiawaian dalam memotret hal-hal keseharian di dalam masyarakat Malaysia. Hal itu tidak hanya ketidakharmonisan yang terselubung di antara etnis utama di Malaysia, tetapi juga bagaimana secara linguistis, masyarakat Malaysia--terutama yang tinggal Malaysia Barat dan di kota-kota besar--berkomunikasi menggunakan dua atau tiga bahasa secara silih berganti. Bagaimana gaya berkomunikasi sehari-hari anak muda Malaysia betul-betul tampak dalam film itu. Ada tiga bahasa yang digunakan sekaligus dalam film itu: Melayu, Inggris, dan juga Kanton. Jadi, film Sepet adalah sebuah film yang nyaris sempurna menggambarkan kondisi masyarakat Malaysia yang sebenarnya. Oleh karena itu, film ini juga bisa menjadi kajian linguistik bagi mereka yang tertarik dengan situasi bahasa di Malaysia karena begitu kompleksnya bahasa yang digunakan dalam film ini.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home