Obrolan Santai

Situs Tak Resmi Totok Suhardiyanto

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

I am an open-minded person who want to meet more good friends

Saturday, September 23, 2006

Imsak Pertama

Selamat bertemu lagi, ya Ramadhan. Nama ini menjadi seperti seorang karib yang selalu mengunjungi saya tiap tahun sejak saya kecil. Ya, saya mulai sadar kehadiran ramadhan ketika mulai tumbuh besar di Yogyakarta kurang lebih tiga puluh tahun silam. Kala pertama berlatih puasa, di Yogyakarta masa itu kami mengenal istilah dangdhek atau padang gedhek. Itu istilah untuk latihan puasa sampai matahari mulai menembus celah-celah bilik bambu dan menerangi isi rumah. Latihan itu ditujukan kepada anak-anak di bawah enam tahun yang mau mencoba puasa. Mereka ikut bangun untuk makan sahur dan kemudian tidur kembali setelah ikut shalat subuh. Ketika mata terbangun, ketika itu pulalah anak-anak prasekolah boleh membatalkan puasa mereka. Ketika makin terbiasa dan kuat, mereka mulai menunda buka puasa sampai zuhur, kemudian asar, dan akhirnya maghrib. Istilah dangdhek itu begitu akrab karena kami mengenal betul situasi "terang bilik" itu. Ya, masih banyak rumah di sekitar lingkungan saya tinggal yang dinding belum bertembok. Malamnya kami menanti-nantikan acara shalat tarawih di masjid. Kami bersemangat karena ingin bermain-main setelah pulang tarawih. Ya, biasanya hanya pada bulan ramadhan saja kami boleh keluar rumah dan tidur sampai malam-malam. Hanya pada malam bulan puasa hampir semua anak bisa keluar dan bermain bersama. Semuanya itu mengingatkan saya begitu indahnya perkenalan saya dengan ramadhan. Kali ini ramadhan datang lagi menyapa saya di tempat jauh ini. Tak terasa air mata saya meleleh menyambut kehadirannya.

Friday, September 22, 2006

BMI dan Celana


Di sela-sela berita politik tentang pengiriman pasukan PBB ke Palestina dan juga kudeta di Thailand, terselip berita ringan dari Spanyol. Ya, menurut situs Yahoo News, tidak akan ada lagi model peragaan busana di Spanyol yang berbadan kerempeng. Organisasi desainer busana terkemuka di Spanyol, Pasarela Cibeles, mengharuskan para modelnya untuk berpenampilan sehat alias tidak kurus kering. Akibatnya, standar BMI, atau indeks massa tubuh, para model yang sebelumnya maksimum 15 kini menjadi 18.5 sampai dengan 24.9 skala BMI. Yah, itu memang cukup membuat badan lebih berisi, namun tidak sampai bahenol atau semok.

Bagaimana BMI anda? Pertanyaan ini betul-betul menyakitkan bagi mereka yang mengalami gejala obesitas. Namun, saya kira BMI adalah formula ampuh untuk mengukur seberapa sehat dan bugar badan kita secara akurat--meskipun ada aspek2 lain yang kudu diperhatikan--karena dengan BMI kita bisa mengetahui seberapa banyak lemak menumpuk di dalam tubuh kita. Tidak semua orang ingat dan mungkin tahu bagaimana menghitung BMI. Menurut situs Departemen Kesehatan AS, BMI dihitung dengan formula: BMI = berat badan : (tinggi badan)2. Jadi, misalnya berat badan Anda 172 cm dan 80 kg, maka BMI Anda = 80 : (1,72)2 = 30,7. Menurut ukuran BMI itu Anda sudah termasuk kelompok GSM atau Gemuk Sekali, Mak!

Kalau para model Spanyol dan katanya akan disusul para model Italia harus menaikkan indeks massa tubuh, saya justru harus berjuang menurunkannya agar tidak menjadi anggota kelompok KLA alias kelebihan lemak akut alias gendut. Ngomong-ngomong soal menurunkan kadar lemak, saya patut gembira karena ukuran celana saya turun satu digit. Jika sejak lebih dari sepuluh tahun silam ukuran celana saya adalah 34. Kemarin saya sudah bisa menggunakan ukuran celana 33. Foto celana bersejarah itu saya pajang di blog ini karena itu menjadi semacam prestasi bagi perjuangan melawan kelebihan lemak. Jadi, dari ukuran celana, kita bisa tahu kok kadar lemak kita. Ngapain susah-susah ngitung BMI segala? Tabik.

Tuesday, September 19, 2006

Satu Windu (2): Terima Kasih

Banyak contoh, baik di antara teman saya maupun di antara figur publik yang kita kenal, yang menunjukkan bahwa menjaga sebuah perkawinan agar tetap bertahan itu sangat sulit. Ada artis X yang baru sekian bulan menikah sudah saling adu argumentasi di depan pengadilan agama atau pers. Ada teman saya yang sudah beranak satu, namun kemudian memutuskan untuk berpisah lantaran tidak cocok lagi dengan pasangan hidupnya.

Ya, mempertahankan komitmen yang bernama ikatan pernikahan itu memang tidak mudah. Bagaimana tidak? Seorang suami dan seorang istri bagaimanapun adalah dua orang yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda. Perbedaan cara mendidik dalam keluarga masing-masing bisa saja menjadi bibit permasalahan di masa depan. Namun, semuanya bergantung pada tiap individu karena memang tidak mungkin ada seorang suami istri yang kembar identik, kecuali lahir dari satu rahim bersamaan. Namun, perkawinan jenis ini, yang disebut inses, selain dilarang agama, juga berisiko tinggi secara genetik. Jadi, kembali lagi, nyaris mustahil tidak ada perbedaan sama sekali di antara suami dan istri. Jadi, tidak ada cara lain selain berupaya saling memahami perbedaan masing-masing. Jika itu berhasil, muncullah keserasian, dan bukan persamaan.

Dalam posting kedua pada hari jadi pernikahan ini, saya ingin mengungkapkan rasa syukur kepada Allah Alla wa Jaala karena sudah memberikan istri terbaik untuk saya: rupawan, baik hati, dan sabar. Dia bisa menjadi mitra, sahabat, suporter, dan sekaligus kekasih. Dia menjadi bejana bagi buah cinta kami yang kini tumbuh besar, sehat, cerdas, dan cantik.

Jujur saja. Pada awal sebelum menikah, saya pernah berada di persimpangan jalan dan sempat tergoda untuk melihat-lihat tikungan jalan lain. Tidak hanya sekali, malah dua kali. Tentu saja, itu tidak main-main. Namun, wanita yang kini menjadi istri saya itu tetap saja sabar menanti saya kembali ke ruas jalan tempat dia menunggu. Dia memang marah dan sakit hati, tetapi akhirnya bisa memaafkan saya. Saya sungguh kagum kepadanya. Bukan kagum karena kebesaran hatinya untuk menerima ungkapan maaf saya, melainkan karena keteguhan dan kejernihan hatinya yang tidak pernah saya sadari sebelumnya. Saya sering bergumam dalam doa-doa saya kepada Tuhan: barangkali saya akan betul-betul menyesal jika akhirnya tidak menikahinya. Ya, benar. Dia menjadi anugerah terindah bagi saya, seperti apa yang dilukiskan lagu Sheila On 7, grup band dari kota tempat saya dibesarkan. Terima kasih, Tuhan. Terima kasih telah memberikan kami kesempatan merayakan hari jadi sewindu di negeri yang jauh ini.

Satu Windu

USIA sewindu bagi seorang anak manusia mungkin masih merupakan usia hijau. Begitu juga bagi sebuah lembaga yang bernama perkawinan.

Ya, tak terasa, hari ini saya sudah satu windu atau delapan tahun hidup seatap dengan mantan kekasih yang sekarang menjadi pasangan hidup saya. Saya nyaris tak percaya karena waktu berlalu begitu cepat. Syukur Alhamdulillah, biduk rumah tangga yang kami nakhodai bersama dapat melalui badai-badai kecil dalam kehidupan rumah tangga sampai hari ini. Semoga kami bisa mengarungi samudera kehidupan dalam windu-windu berikutnya.

Saturday, September 16, 2006

Tamahide dan Oyakodon

Satu atau dua kali memang saya pernah melewati stasiun bawah tanah Ningyocho. Namun, baru kali ini saya khusus memerlukan untuk turun di stasiun itu. Ada apa? Tidak lain dan tidak bukan karena restoran ayam tersohor di Jepang yang sudah buka sejak sebelum Zaman Meiji. Tahu apa itu Zaman Meiji? Saya sendiri sebelum pergi ke Jepang tidak pernah berurusan dengan zaman itu! Zaman Meiji menurut situs Japan Guide, sesuai dengan namanya, adalah zaman ketika Kaisar Meiji memegang tampuk kekuasaan di Jepang (8 September 1868--30 Juli 1912). Zaman inilah yang disebut sebagai zaman pencerahan negeri Jepun. Namun, kali ini, saya tidak mau berpanjang lebar bicara tentang sejarah kaisar pembaharu Jepang itu. Kali ini--sesuai dengan napas blog ini--saya hanya ingin menceritakan awal mula restoran ayam yang tadi sudah saya sebutkan.

Nama restorannya adalah Tamahide (tama = bulat, dan hide = matahari terbit). Restoran ini dibuka pertama kali pada 1760. Kalau disejajarkan dengan sejarah Indonesia itu adalah masa-masa setelah Perjanjian Gianti, perjanjian yang membagi kerajaan Mataram Islam menjadi Nagari Surakarta Hadiningrat dan Nagari Yogyakarta Hadiningrat. Lho, kok jauh-jauh sampai ke Mataram segala? Itu hanya sebagai perbandingan: apakah ada enterpreuner kita yang masih tetap eksis dari zaman itu sampai sekarang? Misalnya, penjual gudeg di Yogyakarta, atau penjual nasi liwet di Solo? Saya kira tidak. Perusahaan Jamu Iboe di Soerabaia saja baru muncul tahun 1910! Setahu saya itu salah satu perusahaan jamu tertua di Indonesia (Bandingkan: Jamu Djago (Semarang, 1918), Njonja Meneer (Semarang, 1919), Sidomuntjul (Yogyakarta, 1951) dan Jamu Air Mantjur (Solo, 1963)).

Kembali ke Tamahide, apa sih yang dijual di Tamahide? Semula, Tamahide hanya menjual Oyako Donburi, biasa disingkat menjadi Oyakodon, yaitu nasi yang di atasnya ditaburi bermacam-macam lauk. Segala macam masakan nasi yang ditempatkan di mangkuk dalam bahasa Jepang dinamai donburi. Jadi, oyakodon adalah nasi dengan taburan lauk yang berupa ayam (oya) dan telur (ko). Belakangan ini, Tamahide juga menjual beragam makanan dengan bahan dasar ayam.

Karena oyakodon dan masakan ayam lain di Jepang berlimpah ruah, apa sih keistimewaan di Tamahide? Pertama, ayam yang digunakan oleh Tamahide dipelihara khusus, dan bukan ayam buras. Jadi, seperti ayam kampung yang menjadi bahan dasar ayam Mbok Berek. Jadi, rasanya tentu enak. Kedua, untuk bisa makan di Tamahide, orang harus antre antara 1,5 sampai 2 jam. Bayangkan saja Anda harus mengantre makan gulai kepala kambing sebuah warung di Tanah Abang selama 2 jam! Apakah sabar? Untuk kasus Tamahide, saya kira, justru itulah barangkali yang membuat orang penasaran dengan Tamahide.

Kalau melihat tampilannya, oyakodon di Tamahide memang mampu menerbitkan liur. Komposisinya, paling bawah adalah nasi matang dan hangat, kemudian di atasnya ditaburi racikan ayam yang sudah ditumis, dan paling belakangan adalah taburan telur kocok. Siapa saja tentu akan dibuat lapar oleh tampilannya. Namun, eits, tunggu sebentar. Karena kadang-kadang donburi dibumbui dengan mirin, penulis tidak menyarankan untuk mencoba-coba donburi, tanpa tahu komposisi bumbunya. Kalau mau aman makan donburi ya barangkali kita membuatnya sendiri di rumah.

Selamat Datang


Semula dalam benak saya, sebuah blog adalah media tempat kita menulis dan membaca sesuatu yang serius-serius. Namun, kadang-kadang kita lelah juga untuk terus melihat segala ihwal kehidupan di dunia ini dari kacamata yang serius. Ya, hidup ini memang membuat kita penat.

Nah, karena itu, saya ingin menjadikan blog ini betul-betul sebagai tempat saya untuk berbicara apa saja, dari sisi yang ringan, namun tetap berisi. Untuk hal-hal yang serius, saya membuatnya di blog yang lain. Sulit memang menulis dan membuat blog yang mampu menyederhanakan masalah penting, tetapi sekaligus mampu mementingkan masalah sederhana. Namun, kita coba saja. Nggak ada salahnya, 'kan?