Once upon a time in Jakarta: Sekitar Sunter dan Kelapa Gading (1)
Semua orang tentu punya kenangan tertentu terhadap kota tempat tinggalnya. Begitu juga dengan saya. Jakarta menjadi salah satu dari beberapa kota yang menorehkan sepenggal kisah bagi saya. Ya, di kota inilah saya tumbuh dari usia anak-anak, remaja, sampai akhirnya dewasa. Di kota ini pula saya mempunyai kenangan manis tentang masa-masa remaja, cinta monyet, dan masa-masa pancaroba menjelang dewasa sampai akhirnya mendapatkan jodoh. Saya akan kisahkan secara bersambung di bawah cerita berjudul "Once upon a time in Jakarta".
Sekitar bulan November 1982, saya dan keluarga saya pindah dari rumah di Pondok Bambu, Jakarta Timur ke wilayah Sunter atau kemudian dikenal dengan nama Kelapa Gading Barat. Berat rasanya meninggalkan wilayah Pondok Bambu, Jakarta Timur yang rindang dan nyaman menuju ke Sunter yang kala itu gersang. Begitu mendengar nama Sunter, kala itu siapa pun akan ingat sulitnya air bersih karena entrusi air laut sejak lama telah merembes ke wilayah sana.
Kala itu, Kompleks TNI-AL Sunter tempat saya tinggal hanya saling membelakangi dengan perumahan elite Kelapa Gading Permai. Belum ada jalan tembus seperti Bulevar Gading Barat yang ada sekarang. Kelapa Gading pun belum seramai dan seluas sekarang. Cikal bakal Kelapa Gading Mal pun masih berupa pertokoan biasa dengan swalayan Diamond sebagai "nyawa"-nya. Sampai sekitar pertengahan tahun 1980-an, hal itu belum berubah.
Kala itu sudah ada bus tingkat PPD 43A yang melayani rute Tanjung Priok-Cililitan. Untuk mereka yang ingin bepergian ke Kampung Melayu, ada bus PPD 68. Saya termasuk sering menggunakan jasa angkutan bis ini pada waktu masih duduk di bangku SMP. Jika sebelumnya surga belanja keluarga kami adalah Pasar Jatinegara, sekarang beralih ke Pasar Senen atau Pasar Baru. Ya, kami memilihnya karena dari segi lokasi, kedua pasar itu lebih dekat. Kadang-kadang, kalau tidak terlalu penting untuk berbelanja ke Pasar Senen, kami cukup pergi ke Pasar Cempaka Putih. Ada swalayan Suzana di sana. Juga ada pasar tradisional cukup besar. Untuk menuju ke sana, kami biasa menggunakan Mikrolet P07 atau PPD 63. Nah, bagi yang ingin pergi ke Pulogadung, PT Mayasari Bhakti menyediakan dua jalur, yakni rute 51 dan 50. Mayasari 51 lewat Jalan Perintis Kemerdekaan, sementara Mayasari 50 lewat Jalan Pemuda, Rawamangun.
Dekat perempatan Coca-Cola--karena dulu ada pabrik Coca-Cola di sana--ada tempat pembuangan sampah akhir Jakarta yang sekarang disulap jadi tempat bisnis dan perdagangan terkemuka di Jakarta: Cempaka Mas. Jauh sebelum ada jalan tol layang Cawang-Tanjung Priok yang dibangun tahun 1990-an, sudah berdiri tegak kantor pusat PT Gudang Garam tidak jauh dari perempatan itu. Saya dulu sering memanfaatkan jam digital besar di atapnya sebagai petunjuk waktu.