Obrolan Santai

Situs Tak Resmi Totok Suhardiyanto

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

I am an open-minded person who want to meet more good friends

Thursday, January 04, 2007

Tragedi Buah dari Sebuah Tragedi

Dalam beberapa hari menjelang dan setelah pergantian tahun ini, terjadi beberapa tragedi di bidang transportasi. Tentu saja kita turut berduka cita atas tragedi kecelakaan tersebut. Namun, lepas dari kedukaan yang mendalam, dari kecelakaan tersebut, ada sesuatu menarik yang bisa kita pelajari. Tragedi yang terjadi sebenarnya adalah buah dari tragedi yang lain. Artinya, tragedi kecelakaan pesawat komersial di Indonesia terjadi lantaran tragedi manajemen keselamatan penerbangan kita yang masih memprihatinkan. Kata "kecelakaan" sendiri mempunyai arti yang menyiratkan ada pelbagai unsur yang terlibat: ketidakamanan, ketiba-tibaan, kegentingan, ketidakberfungsian, ketidaksengajaan, sampai keteledoran. Nah, sehubungan dengan hilangnya pesawat AdamAir sampai sore ini, ada beberapa pelajaran yang patut kita perhatikan demi kebaikan kita di masa depan. Semuanya bersumber pada beberapa unsur yang saya sebutkan di atas.

Pertama, agar tidak terjadi kecelakaan pesawat terbang seyogyanya pengecekan keselamatan di darat harus ditingkatkan dan bukan hanya sekadar lips service. Pengecekan kelaikan mesin, prosedur keselamatan, dan perangkat kedaruratan harus terus menerus dilakukan tanpa lelah dan lengah. Jangan karena tidak pernah ada lagi kecelakaan berarti, lalu pengecekan melemah. Penyakit malas seperti ini harus dihilangkan dari kamus SDM Indonesia. Menjaga stamina fisik agar kuat bekerja secara terus menerus memang lebih mudah daripada menjaga stamina mental agar tetap waspada dan semangat untuk bekerja.

Kedua, sudah saatnya pemerintah Indonesia memiliki perangkat penginderaan yang lebih mutakhir dan canggih. Kemampuan penginderaan negara kita masih kalah kelas dibandingkan negara tetangga yang jelas-jelas wilayahnya tidak sampai satu persen dari Republik Indonesia. Kalau perlu, kita membeli satelit yang mempunyai kemampuan remote sensing atau pengideraan jarak jauh. Manfaatnya tidak hanya penting untuk kebutuhan pertahanan dan keamanan, namun lebih jauh untuk pemetaan wilayah, pertanian, perkebunan, bencana alam, pengecekan kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Kemampuan daya jangkau RADAR kita pun sebaiknya diperhatikan. Bukan rahasia lagi bahwa kita sering kecolongan karena ada pesawat militer asing yang menyambangi Indonesia untuk sekadar mencoba-coba sistem pertahanan kita. Jadi, demi kewibawaan, keamanan, serta keungulan kita, saya kira sudah saatnya kita meningkatkan kemampuan penginderaan jarak jauh di negara kita.

Ketiga, melihat intensitas bencana dan kedaruratan di negeri kita, sudah saatnya menahbiskan sebuah institusi atau divisi khusus Bala Keselamatan Bencana Alam dan Keadaan Darurat yang profesional dan modern. Jika tempo hari Malaysia dengan bangga mengirimkan bala keselamatan yang diberi nama pasukan bomba, kelak kita pun bisa dengan bangga mempercayakan penanganan keadaan darurat dan bencana alam yang spesifik kepada Bala Keselamatan kita. Mengenai hal ini, saya akan membuat posting yang tersendiri.

Keempat, saya melihat bahwa semua pihak, pemerintah, pihak maskapai, dan pers tidak dapat berpikir jernih dan tenang dalam masalah ini. Semuanya masih menggunakan manajemen gerabak-gerubuk. Kalau ada masalah atau kecelakaan, semuanya ribut dan saling lempar komentar. Sejauh ini sering kali pihak maskapai tidak kooperatif dengan keluarga korban. Namun, saya melihat pihak AdamAir sudah melakukan hal yang benar. Mereka sudah berusaha untuk mengakomodasi keluarga korban, misalnya dengan membuka pusat krisis dan menerbangkan anggota keluarga ke Makassar dengan penerbangan gratis, meskipun tidak mudah bagi keluarga korban menerima semua itu sebagai niat baik dari maskapai. Kali ini, yang lebih banyak saya soroti adalah Pemerintah dan Pers karena kelihatan agak ceroboh, khususnya dalam hal informasi. Pihak otoritas terlalu terburu-buru melemparkan informasi dari sebuah data yang belum dicek validitasnya. Pers pun cenderung membabi buta dalam mencari berita dan informasi. Saya melihat ini sebagai efek buruk dari jurnalisme infotainment. Semuanya dijadikan narasumber. Padahal, dalam jurnalisme, tidak setiap orang bisa menjadi narasumber. Dan tidak semua keterangan yang diperoleh bisa dijadikan head line. Misalnya, dalam kasus ini, RS, seorang yang dianggap pakar telematika tiba-tiba dijadikan narasumber, padahal jelas-jelas dia bukan pakar telekomunikasi penerbangan. Seolah-olah karena dinobatkan oleh pers sebagai pakar multimedia lantas semua yang berhubungan dengan media bisa dimintakan pendapat beliau. Akibatnya, pendapat beliau yang sejatinya tidak tahu apa-apa tentang hal ini justru membuat makin ruwet informasi yang beredar di masyarakat. Jadi, sebaiknya, pilihlah narasumber yang tepat. Pilih mana komentar yang tepat untuk dijadikan foreground, mana yang cukup menjadi background. Saya melihat ada kecenderungan jurnalisme kompor. Segalanya kalau perlu dikipasi dan dikompori. Makin rame sebuah masalah, makin hangat sebuah berita. Makin hangat sebuah berita, makin laku media yang menyiarkannya.

Karena terlalu banyak masalah, sebaiknya kita mulai dari mana? Saya kira semua elemen bangsa Indonesia harus berbuat sesuatu. Pejabat bekerja dengan sebaik-baiknya. Polisi bekerja sesuai kewajibannya. Wartawan pun demikian. Masyarakat awam apalagi. Hukum yang dibuat harus sama-sama ditegakkan supaya semuanya ini ada batas. Tidak lagi saling menyalahkan. Di mata hukum, tidak ada yang salah sebelum pengadilan memutuskan salah. Jadi, tunggu apa lagi? Kita mulai sekarang.

Wednesday, January 03, 2007

Akeome Kotoyoro

Frase dua kata delapan sukukata seperti yang tertulis dalam judul posting kali ini adalah ungkapan paling populer di kalangan remaja Jepang pada saat pergantian tahun. Sebenarnya, frase itu adalah singkatan dari akemashite omedetou gozaimasu; kotoshimo yoroshiku onegaishimasu. Artinya, kurang lebih adalah 'Selamat tahun baru; mari kita lanjutkan kerja sama dan silaturahmi kita tahun ini juga'. Sebuah ungkapan yang sangat manis.

Agak memalukan sebenarnya memasang posting ini pada hari ketiga bulan Januari. Namun, tidak ada kata terlambat sebenarnya untuk mengucapkan "selamat tahun baru" asalkan masih pada awal tahun. Jujur saja sebenarnya secara faktual tidak ada yang baru sebenarnya. Pergantian hari di tahun baru itu sama saja dengan pergantian hari di hari-hari lain. Namun, semuanya memang menjadi lain ketika hitungan kalender berganti ke posisi tanggal 1 bulan 1. Sewajarnya, tahun baru memang disambut dengan semangat optimisme. Jadi, marilah kita jelang Indonesia yang lebih baik.